Malam Itu

Pernah nggak sih kalian berpikir untuk menyingkir dari dunia kalian dan beranjak untuk diri sendiri? Atau berada dalam keramaian tapi dalam diri kalian merasa kesepian? Hahahaha kalau gitu, kita sama rasa.


Malam ini saat tulisan ini dibuat, entah sudah berapa banyak pikiran yang sudah ku tolak untuk bermain dalam peran dunia luar. Sekelebat bayangan pikiran sedikit demi sedikit akan mulai mengikis dan mengganggu metabolisme tubuh seakan menyatu dengan dunia luar. Tapi itu semua teratasi dalam hujan yang dingin dan merembes di kerudung silver yang sedang kukenakan. Saat itu aku berpikir, jika aku berada di dunia luar dengan memori pikiran yang ingin masuk dalam raga dan jiwa sendiri tanpa kontaminasi permainannya, mungkin aku sedikit agak waras. Sebuah motor merah menyala ditengah derasnya air hujan dengan kemacetan yang sedikit tidak wajar membuatku harus memutar ke jalan yang sepi. Tetapi tanpa disangka, aku tersesat diantara dinginnya malam dan hujan yang membuatku ingin lebih cepat sampai. Aku tidak berpikir ada hal lain yang bisa mengganggu sebuah perjalanan, yaitu kultur kubangan dan kecepatan air hujan yang jatuh lebih cepat dari bayanganku. Aku lupa, satu lagi yang perlu kalian tahu yaitu pengguna jalan lain yang juga berpikiran akan lebih cepat sampai dengan cara ngebut. Hahaha, voila. Yang sedang ku dapatkan saat itu adalah semua yang sedang ku kenakan basah kuyup tanpa ampun. Dan bodohnya lagi, aku tetap melanjutkan perjalanan yang menuntun pada ketidakpastian diriku, antara kembali ke kosan atau tetap istiqomah dalam perjalanan. Inilah keputusan terabsurd bagiku, karena tidak beberapa alasan yang dapat dicerna dalam dua pilihan itu. Pertama, karena sudah setengah perjalanan dan rasanya sudah banyak waktu yang tersita untuk ini. Kedua, aku memutuskan untuk balik karena beberapa bajuku basah kuyup tapi dari diriku sendiri bilang, harus tetep lanjut. Dan diantara ketimpangan pilihan ini, berakhir dengan payah.

Dari perjalanan itu, aku mulai berpikir, kenapa masih punya dua opsi berbeda walau sudah tahu resikonya. Sama dengan kesendirian, semakin lama kamu menikmati waktu sendiri semakin kamu sadar kenapa harus menciptakan kesunyian padahal kamu bisa menikmati keramaian. Kenapa harus memilih waktu sendiri dan menyepi disuatu tempat dibanding pergi ramai-ramai ke tempat makan sama temen sendiri? Ya itu pilihan sih, kadang memang perlu me time untuk lebih mengenal diri sendiri. Kalau perlu, pergi ke sebuah tempat dimana kesunyian adalah teman akrabmu, tanpa hingar binar dunia perkotaan. Ada juga yang ektrem, yaitu mematikan semua sosmedmu dan merenung diri di kamar kosan. Kalau kamu pernah ngalamin gitu, berarti kita sedarah wkwkwk

Aku juga pernah belajar dari kesendirian. Dimana saat sendiri, kita merasa diuji untuk kembali dalam dunia luar yang penuh peran. Dunia dimana kamu lebih dikenal dan dipuji-puji layaknya sebuah lukisan hingga menyadari bahwa pujian adalah dunia yang membawamu dalam nestapa tipu muslihat. Sendiri membuatku lebih nyaman dan bebas tanpa melihat nilai-nilai yang dibawa. Sendiri juga mengajarkanku untuk lebih tahu dalam makna keinginan diri sendiri tanpa adanya gangguan dari pihak lain. Dan sendiri juga membuka mataku, kalau berbeda itu hal yang biasa dalam mengekspresikan sesuatu.

Kalau kamu sedang baca ini dan bingung, artinya kita sama.



-Salam mbingungi-

Komentar

Posting Komentar